REVIEW JURNAL INTERNASIONAL“Science, Philosophy, and Religion Find Ground For Common Front”

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL FILSAFAT ILMU

Disusun untuk memenuhi tugas mata
Kuliah Filsafat Ilmu yang di bina oleh
Ibu Dr. Sally Marisa Sihombing, S.IP.,M.Si
Oleh :
Rahul Manufan Pandra (203010702011)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA TAHUN 2020

Identitas Jurnal Internasional
Judul : Science, Philosophy, Religion Find Ground for Commont Front
(Ilmu Pengetahuan, Filosofi, dan Agama menemukan landasan untuk
publik)
Author (s) : Watson Davis
Reviewed Work
Source : The Science News-Letter, Vol.38, No.12 (Sep.21,1994), pp 180+188+190 
Published By : Society for Science & the Public
Stabie URL : http://www.jstor.org/stable/3916566
Accessed : 25/02/2013 19 :07

Review Jurnal Internasional Filsafat Ilmu
“Science, Philosophy, and Religion Find Ground
For Common Front”
By : Watson Davis

Ringkasan Jurnal
Ilmu Pengetahuan, Filisofi dan Agama Menemukan Dasar untuk Publik
       Para ilmuwan, filsufdan agamawan bertemu diKonferensi Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Agama yang tergabung dalam manifesto Amerika melaluipemimpinnya atau  perwakilannya yang intelektualdan spiritual. Konferensi ini diadakan di Teologi Yahudi  
Seminari Amerika, New York, September 1940 di bawah pimpinan Presiden Louis Finkelstein sebagai perwakilan dari tuan rumah. Berawal dari doktrin kuno yang membahas  
tentang hakikat martabat manusia diformulasikan dalam bentuk modern Ilmu pengetahuan dan Filsafat. Mereka mencoba mempertahankan kebebasan dengan mempersatukan berbagai  pendapat para ahli untuk menemukan kesepakatan guna mencegah kehancuran yang  disebabkan oleh negara-negara dominan yang totaliter. 
     Manifesto menjelaskan, “Penurunan menghormatinilai-nilai etika dan agama di kalanganmasyarakat demokratis telah memperkenalkankebingungan intelektual dalam sistem  
pendidikan, literatur, dandalam organ opini publik pada umumnya.” Dan dalam kondisi ini Negara Totaliter mengambil keuntungan atas kebingungan yang terjadi terutama di negara demokrasi, yang totaliter telah memenangkan cukup banyak penganutnya bahkan di kalangan masyarakat bebas dunia. Hal itu menyebabkan semangat demokrasi memburukdan kekuatan resistensike lengan totaliter dan diplomasi berkurang. 
      Mayoritas filsuf dan para teolog percaya bahwa ada dunia yang melebihi alam semesta ini, seperti supranatural. Untuk para teolog ortodoks, mereka memiliki Tuhan  
sendiri. Para filsuf, atau ahli metafisika, percaya bahwa dalam beberapa kasus, apa yang mereka sebut dengan kebenaran filsafat adalah "superioritas" kepada kebenaran ilmu sensorik eksperimental asal mula dari apa yang mereka anggap sebagai "kerendahan" dari  
kebutuhan.Hal ini sama halnya dengan perbedaan antara Aristoteles dan Plato. Perbedaan ini memiliki implikasi dengan zaman saat ini, meskipun Gereja otoriter dapat disejajarkan  dengan ilmuwan dalam menentang rezim nazi yang telah mendirikan agama lain dan mencemooh atau menindas ilmu pengetahuan. Para filsuf dan teolog yang mengklaim kebenaran hakiki mengalami kesulitan dalam memahami dan menghargai kesediaan ilmuwan  
untuk mengubah pikiran mereka dalam menghadapi pembaharuan ilmu pengetahuan. Dalam
Konferensi Sains, Filosofi, dan Agama tersebut para filsuf dan teolog menyatakan pemahaman mereka akan hubungan sains dengan realitas manusia dan demokrasi.  
Para pembicara dalam bidang ilmu alam setuju bahwa empirisisme rasional dimana ilmu pengetahuan saat ini telah mencapai perkembangan. Dengan empirisisme rasional  
mereka menyadari bahwa metode penalaran didasarkan sepenuhnya pada data yang dirasakan oleh indera dan penalaran konsekuensi yang mengarah pada kesimpulan yang diverifikasi oleh indera.Para pembicara tidak setuju tentang batasan metode empirisisme rasional. Cita- cita dari penelitian ilmiah bertepatan lebih dekat dengan orang-orang dari demokrasi dibandingkan dengan bentuk lain dari masyarakat. Agama,filsafat, dan ilmu pengetahuan menunjukkan kesediaannya untuk  meminjamkan metode yang telah berhasil menyelesaikan beberapa masalah yang paling  
mendesak di dunia ini. Agama didefinisikan oleh Dr William E. Ritter, Veteran University of California biologi dan presiden kehormatan Layanan Sains, sebagai respon sensorik- ideasional dengan alam ketika alam diterima dalam keutuhannya yang tak terbatas sebagai  
jumlah. Pemikiran metode ilmiah direkomendasikan oleh Prof Philipp Frank dari Harvard sebagai pertahanan terhadap totalitarianisme, karena dalam pemikiran ilmuwan yang mampu  menjadi resistensi tertentu terhadap pemikiran regimented. Pelatihan dalam pekerjaan ilmiah  
untuk semua pemuda Amerika memberi mereka petunjuk umum dan fundamental dari sudut pandang demokrasi yang disarankan oleh Dr CP Haskins, dari Union College, Massachusetts  Institute of Technology dan Laboratoriesa Haskins, sebagai sarana untuk memberikan unsur- 
unsur bermanfaat dalam mengatur pelatihan militer, karena implikasi mengerikan dari pelatihan militer tersebut di bawah kediktatoran. Mahasiswa fisika dan matematika yang paling rentan terhadap propaganda para diktator, sementara penganut yang paling kritis dari totalitarianisme adalah salah satu siswa  dari ilmu-ilmu rekayasa. Para insinyur dan fisikawan mengenal dengan fakta-fakta yang 
sama, tapi orang teknis harus selalu mempertimbangkan aplikasi langsung dari pengetahuan.
Keinginannya untuk mempertahankan struktur ekonomi yang menguntungkan untuk kegiatan
teknis membuatnya secara khusus rentan terhadap ideologi yang tampaknya mempertahankan
struktur itu. Salah satu karakteristik utama dari sikap ilmiah adalah penolakannya .
Dr Frank menjelaskan bahwa Proposisi umum mungkin terdengar pernah begitu indah
dan dapat dinyatakan dalam rumus-rumus matematika, tetapi untuk ilmu pengetahuan mereka
hanya untuk dihakimi oleh hasil penggunaannya.Jika prinsip membawa penderitaan bagi
umat manusia saat itu, Dr Frank berpendapat, itu harus menjadi prinsip palsu dan kepalsuan
yang dapat diakui melalui penderitaan ini.Pelatihan ilmiah adalah perlindungan terhadap
prinsip-prinsip berikut hanya karena mereka terdengar penting dan benar.Dr.Ritter menarik
kesimpulan bahwa manusia selalu berbicara tentang keindahan, agama, pemikiran, politik,
ekonomi, moral dan idealisasi.Bahkan Darwin di kenal karena pemikirannya tentang teori
evolusi yang membuka tabir kealamian dan kesatuan dunia kehidupan.Dengan
menghubungkan ilmu pengetahuan dan agama, Dr.Ritter menyatakan bahwa adanya
hubungan antara teori evolusi Darwin dengan aturan alam Tuhan. Ilmu baru yang di usulkan
Dr. Laswell di khwatirkan akan menimbulkan masalah mentransfer sumber daya lama,
material dan limbah manusia yang berdampak pada martabat manusia.
Status sosial dan ekonomi yang di sebut dengan “menganggur” harus di hapus sebab
tidak ada gunanya dalam sosial. Laki-laki membutuhkan keamanan dengan dihormatinya
pekerjaan dan ilmu demokrasi yang dapat memberikan pengalaman dalam krisis dunia untuk mengintegrasikan kebutuhan kekuatan dalam perang teknis modern ini guna melestarikan
demokrasi vitalitas, jelas Dr.Laswell.
Ilmu demokrasi dapat memberikan aplikasi yang tepat dari pengalaman agar tidak
menghambat pertumbuhan ilmu pengetahuan. Ini akan dikhususkan untuk aplikasi waktu
yang tepat dari metode yang tersedia dan temuan ilmu pengetahuan sampai akhir
mewujudkan demokrasi dalam kehidupan. Setelah ilmu demokrasi tergantung realisasi
sepenuhnya dari kedua demokrasi dan ilmu pengetahuan.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan :

Ideologi Diktator adalah ideology yang dimiliki seorang pemimpin negara
yang memerintah secara otoritarian dan menindas rakyatnya. Biasanya seorang diktator naik
takhta dengan menggunakan kekerasan, seringkali dengan sebuah kudeta. Tetapi ada pula
diktator yang naik takhta secara demokratis. Contoh yang paling terkenal adalah Adolf Hitler
seorang pemimpin partai nazi di jerman dikatakan “Diktator” karena selalu mempunyai
ambisi untuk menguasai, Soeharto di Indonesia yang menerapkan sistem otoritarian dimana
semua kehendak ada pada kendalinya, Josef Stalin dictator dari Uni Soviet yang
memperlakukan saingannya atau siapapun yang tidak sependapat dengannya secara kejam
dan tidak manusiawi, terutama pada masa pembersihan besar-besaran di Uni Soviet yang
memakan banyak korban jiwa.
Namun sistem seperti itu tidak akan berlangsung lama Adolf Hitler dengan kekuatan
militernya akhirnya menyerah ditangan amerika dan sekutunya begitu pula Soeharto di
Indonesia karena pada saat itu Negara mengalami krisis ekonomi semua kalangan yang
awalnya percaya kepadanya pada akhirnya juga menginginkan Soeharto turun seperti yang
dilakukan Demonstrasi para mahasiwa.
Para Filsuf, Ilmuwan dan agamawan memikirkan gimana cara untuk melawan
munculnya lagi Negara-negara yang memiliki Ideologi Diktator atau pemikiran Diktator dan
mencegah adanya pemikiran filsafat agama yang salah. Mereka mengadakan sebuah
konferensi untuk membahas melawan semua Ideologi Diktator yang menurut mereka tidak
pantas untuk diterapkan dalam suatu Negara sebagai bentuk penegakan martabat manusia
melalui perlawanan terhadap Ideologi Diktator.
Menurut Agamawan untuk menghindari Ideologi Diktator harus dilakukan
Musyawarah Mufakat dalam mengambil keputusan karena menurutnya agar semua kalangan
bisa mengeluarkan aspirasinya untuk kemajuan Negara-nya tanpa ada kesewenangan sepihak
sedangkan para Filsuf berpendapat bahwa ada sebuah kekuatan supranatural diluar alam yang lebih hebat. Mereka sadar bahwa mereka bisa membedakan, memiliki fokus baru, suara
dalam sesi ilmu pengetahuan alam maupun sosialnya Konferensi Sains, Filosofi, dan Agama
menyatakan pemahaman mereka akan hubungan sains dengan realitas manusia dan
demokrasi.
Para filsuf dan teolog yang mengklaim kebenaran hakiki sebagai mereka prerogative
mengalami kesulitan dalam memahami dan menghargai kesediaan ilmuwan untuk mengubah
pikiran mereka dan mengubah pengetahuan. Dan menurut para pakar di bidang alam ilmu
seperti Dr William E. Ritter dari Universitas California , Dr Philipp Frank dari Harvard , Dr
C. P. Haskins dari Union College , Massachusetts Institute of Technology dan Haskins
Laboratories , Dr Harold D. Lasswell dari Sekolah Washington Psikiatri dan Dr William F.
Al dari Johns Hopkins University sepakat bahwa empirisisme rasional melalui mana ilmu
pengetahuan saat ini memiliki mencapai status yang sekarang adalah prasyarat situs untuk
pembangunan masa depan alam ilmu pengetahuan, sejauh yang kita tahu . oleh rasional
empirisme mereka berarti metode penalaran seluruhnya didasarkan pada data yang dirasakan
oleh indera dan penalaran berturut-turut yang mengarah ke conclusions diverifikasi oleh indra

Saran :

Saran kami, sebagai ilmuwan sudah selayaknya kita mencari metode yang paling tepat
dan relevan dengan permasalahan bangsa dan Negara-nya. Dan menurut hasil diskusi
kelompok kami praktek dan teori para filsuf, ilmuwan, dan agamawan selayaknya
dikombinasikan menjadi teori yang seharusnya di buat paham bernegara supaya Ideologi
Diktator tidak menguasai dalam kehidupan bangsa dan ber-negara karena Ideology Diktator
adalah Ideologi yang hanya menguntungkan salah satu pihak.
Menurut kelompok kami, ideologi t harus dihapuskan dari muka bumi ini, sebab
ideologi seperti ini dapat membuat warga masyarakat dimana negaranya menganut paham ini
menderita dan tidak dapat menyampaikan aspirasi mereka. Sebenarnya keberadaan ideologi
sekuler yang melahirkan demokrasi liberal telah memunculkan kediktatoran gaya baru yang
berlindung di balik baju demokrasi. Para diktator itu juga banyak berlindung di balik HAM.
Hal ini bisa kita saksikan ketika sebuah masyarakat (negara) dengan suara mayoritas
menghendaki tegaknya hukum Islam, maka para diktator (barat) itu dengan berbagai dalih
berupaya untuk menggagalkan yang mereka inginkan.
Sebaliknya, jika dengan demokrasi dan produk turunannya (pemilu) mereka
mendapatkan kemenangan (atau sesuai dengan apa yang mereka inginkan), maka dengan
mati-matian pula mereka akan membelanya.Keadaan ini boleh jadi akan terus berlangsung
hingga akhirnya masyarakat dunia mengetahui bahwa apa yang selama ini berlangsung
bukanlah hakikat dari demokrasi yang banyak mereka pahami, melainkan demokrasi liberal
yang diinginkan oleh barat.
Demokrasi ini adalah sebuah ideologi yang diproduksi untuk membela dan
melindungi kepentingan barat, bukan untuk kepentingan manusia seluruh dunia. Jika kondisi
ini terus berlangsung, maka dengan sendirinya kepercayaan masyarakat dunia hilang hingga
akhirnya demokrasi akan ditinggalkan. Dan nampaknya inilah fenomena yang banyak kita
saksikan terjadi pada negara-negara yang tengah mempraktikkan demokrasi liberal.Jika periode zaman diktator telah berakhir dengan kemunculan demokrasi sekuler
liberal, lalu ideologi ini juga dengan sendirinya runtuh dengan berbagai sebab yang telah kita
bicarakan di atas, maka konsekuensi yang akan muncul adalah kembalinya khilafah rasyidah
adalah sebuah kepastian, tidak mungkin tidak. Sebagai contohnya adalah Mahdi, seorang
pemimpin muslim yang akan mempraktikkan hukum Islam secara total dalam
kepemimpinannya, maka dengan sendirinya ideologi sekuler dan praktik demokrasi akan
dibersihkan dari wilayah kekuasaannya, dan itu akan terjadi pada seluruh dunia.

Komentar